Blog dari pribadi Anak Kijang

Personal Blog of Child Deer

Persönlicher Blog von Child Deer

Utama

Sabtu, 08 Januari 2011

Aku merasakan Rahmat-Mu ya Allah

Jikalau ada kata terindah dari mulutku. Maka itu adalah kata-kata syukur pada-Mu
Jika ada rasa terdalam yang ada di hatiku, maka itu adalah rasa takutku pada-Mu
Jika ada sentuhan terlembut dari tanganku, maka itu adalah sentuhanku pada ayat-ayat-Mu
Jika ada waktu lebih....maka waktu itulah....
Aku bermimpi menikah dengan seseorang. Akad nikahnya tak dapat aku hadiri, sehingga (tak mengacu pada hukum fiqh munakahat) akupun telah resmi menikah dengannya. Saat itu aku ada urusan yang memang sama sekali tidak bisa di tinggalkan. Telah berhari-hari aku di luar kota, aku hanya berkomunikasi lewat telepon dengan istriku, tanpa sekalipun aku pernah melihat wajahnya.. Suaranya begitu halus, begitu santun bahasanya, tapi aku rasakan suatu perasaan yang aneh untuk seorang pengantin baru.

Bilanya malam tiba, maka riuhlah dalam hatiku memikirkan tanggung jawab sebagai seorang suami yang akan menafkahinya. Bilanya sepertiga malam tiba, airmataku bercucuran, aku menangis tersedu-sedu karena takut tidak bisa menjalankan amanah yang telah Allah berikan ini. Bilanya pagi tiba, lamunku terbang akan peristiwa-peristiwa yang nantinya aku alami dan tak dapat aku atasi dengan kapasitasku sebagai seorang pemuda yang tak pikir panjang. Dan bilanya istriku berbicara denganku di telpon, mataku berkaca-kaca, bibirku terkunci, terkadang ia bertanya padaku, “Abi, kenapa abi menangis? Ummi ingin cepat bertemu Abi di rumah, sehingga kita dapat segera merencanakan masa depan keluarga kita. Semoga Allah senantiasa melindungimu, wassalamu’alaikum..”. ia begitu polos, ia begitu halus, ia bak bidadari yang diciptakan bukan untukku, ia terlalu sempurna bagi diriku yang lemah ini, cintanya begitu hebat sampai-sampai tak kuasa aku menampungnya. Hatiku berdesir, langsung aku jatuhkan badanku, aku tempelkan keningku diatas lantai, sesenggukan aku memohon ampun pada-Nya atas segala nikmat yang diberikan tapi aku ragu akannya.
Tak terasa, urusanku di luar kota telah selesai. Aku bersiap-siap untuk pulang ke rumah dan segera menemui istriku. Ia begitu senang saat mendengarku ingin pulang. Mentalpun aku sudah siapkan agar tak terlihat lemah dihadapannya. Karena sujudku yang selalu kulakukan di sepertiga malam untuk memohon kekuatan pada-Nya. Makin hitam saja rasanya keningku ini.
Sesampainya di rumah, “Assalamu’alaikum, ummii...Abi pulang”, kataku sambil membawa kantung oleh2 yang sangat banyak. Tak ada yang menjawab, aku membuka pintu. Pintunya tak dikunci, lalu aku masuk kerumah dan menaruh barang-barangku di atas meja, mungkin istriku sedang kepasar atau sedang kerumah tetangga. Tapi, hati ini tak tahan lagi menunggu untuk bertemu dengan bidadariku, aku pun mencari dengan tergesa-gesa di semua sudut rumah, kuketuk pintu kamar mandi, tak ada yang menjawab, ku cari di sekitar rumah tetangga mereka menjawab tidak tahu, Ku telpon ayah ibuku dan kedua mertuaku, mereka juga menjawab tidak tahu, nihil. Akhirnya,  aku bergumam, “astaghfirullah...... Sabar nanti juga bertemu, jangan terburu-buru”, seraya aku membalikan badan. Tiba-tiba, subhanallah.....berdiri didepanku seorang wanita muslimah yang menutupi auratnya dengan kerudung panjang hijau memesona dan gamis yang sangat anggun, menatapku sambil tertunduk malu, wajahnya putih bersih , elok tak terperi, pipinya merah merona. Ia langsung meraih tanganku dan menciumnya mesra, “Wa’alaikumsalam Abi, walau Cuma dua hari, rasanya 2 abad Ummi menunggu, Ummi tak tahan lagi ingin bertemu dengan suami Ummi....” Aku memeluknya erat, airmataku berderai karena perasaan bahagia yang overload di dalam hatiku. Aku mengajaknya shalat sunnah di malam pertama (sekali lagi tak mengacu pada fiqh munakahat). Aku kecup keningnya. Berbunga-bunga rasanya. Kemudian aku lontarkan puisi kepadanya yang pernah aku buat semasa muda dulu.

Tak dapat aku melihat senyum terindah dari seorang bidadari di malam ini
Jika tak selalu kujaga lisanku selama ini
Tak dapat aku melihat makhluk yang begitu indah malam ini
Jika tak selalu kujaga pandanganku terhadap dunia selama ini
Tak dapat aku mengecup kening terhalus di dunia malam ini
Jika tak selalu kukecup sajadah dan Qur’an selama ini
Tak dapat aku mencintaimu malam ini dan seterusnya
Jika tak kucintai terlebih dulu Allah dan Rasul-Nya
Ana yuhibbuk fillah....
Tak terasa sudah 1 tahun lamanya aku menikah, aku pun sudah dikaruniai seorang anak. Aku dilanda perasaan bahagia yang sangat luar biasa. Sampai-sampai aku lupa akan tanggung jawabku yang dahulu aku takutkan. Kredit rumah kami sudah nunggak 3 bulan, terkadang kami makan nasi dan lauk ikan asin dan sayur asem setiap hari dengan dalih harus bersyukur terhadap segala rizki yang telah diberikan. Sering istriku terlihat gundah, tapi ia menahannya dan menghormatiku sebagai suami dengan tak memperlihatkannya.
Waktupun terus berlalu, kondisi ekonomi kami semakin terpuruk, yang tersisa hanyalah beberapa barang elektronik dan beberapa furniture yang rencananya akan kami jual untuk buka usaha kecil-kecilan.
Pada suatu malam, hujan deras diluar rumah dan gelegar petir yang dahsyat membangunkan kami. Anakku menangis ketakutan. Aku dan istriku menghampirinya dan berkumpul di ruang keluarga. Listrik mati, tiba-tiba.... “Krakkk!!!! Duaak!!!” Pintu rumah kami di dobrak!! Terlihat sekawanan pencuri membawa parang memasuki rumah kami. Jumlah mereka tiga orang, karena gelap aku tidak bisa melihat jelas wajah mereka. Aku berdiri di depan melindungi keluargaku. Aku berteriak, “Maliiing....maliiiiingg.......toloooong!!!!” Seketika itu juga, salah satu dari kawanan pencuri itu mendekatiku, aku tak mau kalah, aku pukul sekeras mungkin ke arah wajahnya, ia tergelepar, tetapi dua kawanan yang lain menempelkan parangnya di dekat leher istriku. Mereka mengancam akan membunuhnya jika aku berani melawan. Aku terdiam, aku tak mau kehilangan istri dan anakku, lebih baik aku kehilangan dunia dan seisinya daripada kehilangan mereka. Istriku menangis melihat kawanan pencuri merampas barang-barang kami yang akan kami jual untuk usaha. Saat mereka puas, mereka lantas pergi dengan riang gembira. Aku memeluk erat istriku dan anakku seraya berdoa kepada Allah. Dengan rintihan airmata yang tak terkira banyaknya.
Dua hari berlalu semenjak kejadian itu. Aku sedang tidak ada di rumah karena mencari pekerjaan dengan kawan lamaku. Ternyata sudah tidak ada lagi pekerjaan yang tersedia buatku, aku terlambat. Pekerjaan yang menjadi bidangku sudah terisi oleh orang lain. Kemudian, aku cari di tempat lain, tapi tetap saja nihil. aku pulang kerumah.
Saat aku pulang kerumah, aku harap istriku dan anakku dapat memberikan semangat lagi padaku untuk terus berusaha. Tapi, Allah berkehendak lain. Saat aku memasuki rumah, aku melihat istriku terkapar berlumuran darah di bawah tangga. Anakku menangis di sampingnya. Hatiku tak karuan melihatnya, aku berlari mendekati mereka. Aku merengkuh kepala istriku yang terlihat terbentur meja saat turun dari tangga. Istriku masih sadar saat itu, tapi kondisinya lemah. “Abi, jaga anak kita, maafkan Ummi yang.....ukh...ukhuk, A....a...bi jaga...”, aku menutup mulutnya, airmataku jatuh di atas bibirnya yang  merah. “Ummi..... Laaa....hh. Laaa ilaaha....illallaaah....ikuti mi”, kataku sambil tak kuasa menahan tangis. “Laa......aa ilaaha illallaaa.....aaahhhhh....hhhhhh”. istriku tersenyum, kedua matanya tertutup perlahan. Aku merengkuhnya erat..... Aku gendong anakku, aku mencium kening mere..... “Allaaaaaaahu akbar...Allaaaaahu akbar!!!!”, “hah? Ada suara azan?”. “lho? Apa-apaan ini? Ini jam 2 siang kok azan!!??”, “gii, bangun gi.....subuh”, suara Habibi teman sekamarku.
“Alhamdulillaaaaaahhh....Cuma mimpi!!!!!”, gumamku sembari membasuh airmata. Ternyata, memang, menikah itu tak sesederhana yang kita pikirkan. Kapasitasku sebagai seorang Rizal belum mencukupi untuk itu.....Cinta saja tidak cukup, khayalan saja tidak cukup, doa saja tidak cukup, kata2 manis saja tidak cukup, lebih dari itu. Astaghfirullahhal ‘adzhiiim, ampuni hambamu yang sombong ini ya Allah..


Gugi Yogaswara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar